Studi Kasus
STUDI KASUS BIMBINGAN KONSELING
Disusun guna memenuhi mata kuliah Studi Kasus
Dosen
Pengampu : Drs. Sudarno, M.Si,Kons
Disusun
Oleh :
Pebri
Wahyudiyanto (B2216110009)
Fakultas Ilmu
Pendidikan
Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan
Veteran Semarang
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
tugas ini dengan baik.
Makalah
ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Kasus yang
diampu oleh Bapak Drs. Sudarno, M.Si,Kons
Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua
penulis yang telah memberikan doa dan dukungan dalam pembutan makalah ini.
Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada dosen pengampu dan semua pihak yang
telah membantu penulis hingga
terselesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
akan dijadikan motivasi demi penyempurnaan dan perkembangan selanjutnya.
Penulis berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang
membacanya.
Penulis,
Dalam
perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat mungkin timbul berbagai
permasalahan. Baik yang dialami secara individual, kelompok, dalam keluarga,
lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara lebih luas. Untuk itu
ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha pemberian bantuan yang
diberikan baik kepada individu maupun kelompok dalam rangka memecahkan masalah
yang dihadapi. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan alam memberikan
bimbingan adalah memahami individu (dalam hal ini peserta didik) secara
keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya maupun latar belakangnya. Sehingga
peserta didik diharapakan dapat memperoleh bimbingan yang tepat dan terarah.
Untuk dapat
memahami peserta didik secara lebih mendalam, maka seorang pembimbing maupun
konselor perlu mengumpulkan berbagai keterangan atau data tentang peserta didik
yang meliputi berbagai aspek, seperti: aspek sosial kultural, perkembangan
individu, perbedaan individu, adaptasi, masalah belajar dan sebagainya. Dalam
rangka mencari informasi tentang sebab-sebab timbulnya masalah serta untuk
menentukan langkah-langkah penanganan masalah tersebut maka diperlukan adanya
suatu tehnik atau metode pengumpulan data atau fakta-fakta yang terkait dengan
permasalahan yang ada. Untuk mengetahui kondisi dan keadaan siswa banyak metode
dan pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan
yaitu studi kasus (Case Study).
Menangani kasus yang
dihadapkan kepadanya adalah inti pekerjaan konselor, bagaimana seorang konselor
dapat menangani sebuah kasus. Berkenaan dengan pentingnya penanganan sebuah
kasus, maka ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan oleh konselor,
yaitu:
1.
Bagaimana upaya pemahaman
terhadap sebuah kasus?
2.
Bagaimana langkah-langkah
penanganannya?
3.
Bagaimana upaya pemecahannya?
Sehubungan
dengan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Konselor memahami sebuah kasus
2.
Dapat mengetahui langkah-langkah
penangan kasus
3.
Mengetahui upaya pemecahan kasus
Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan dua pengertian tentang Studi
Kasus (Case Study) pertama Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif,
mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya
berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal. Kedua studi kasus merupakan
informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu,
seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan
db engan case study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah
kasus. Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa
lampau seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami
kesulitan-kesulitannya yang sekarang . serta menolongnya dalam usaha
penyesuaian diri (adjustment) (Kartini dan Gulo, 2000).
Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan
Bimbingan Konseling, yaitu :
§
Studi kasus adalah
suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu
memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).
§
Studi kasus adalah
suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang murid secara
mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian yang lebih
baik (WS. Winkel, 1995).
§
Studi kasus merupakan
teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling
karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil
dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa sebaik mungkin,
merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang dikumpulkan melalui
berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan interpretasi data
yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan problema serta
rekomendasi yang tepat.
Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa
komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik, bahan dan alat mengenai gejala
atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku
menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup
aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar
belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan
kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru
pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan
oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah
untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.
1.
Studi kasus
observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalul observasi
peran-serta atau pelibatan (participant observation), sedangkan fokus studinya
pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian organisasi yang menjadi fokus
studinya antara lain:
a.
suatu tempat
tertentu di dalam sekolah;
b.
satu kelompok
siswa;
c.
kegiatan sekolah.
2.
Studi kasus
sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu orang dengan maksud mengumpulkan
narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah yang khas. Wawancara sejarah
hidup biasanya mengungkap konsep karier, pengabdian hidup seseorang, dan lahir
hingga sekarang. masa remaja, sekolah. topik persahabatan dan topik tertentu
lainnya.
3.
Studi kasus
kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan (community study)
yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar (kornunitas),
bukannya pada satu organisasi tertentu bagaimana studi kasus organisasi dan
studi kasus observasi.
4.
Studi kasus
analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi terhadap
peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya terjadinya pengeluaran siswa pada
sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut pandang semua pihak yang
terkait, mulai dari siswa itu sendiri, teman-temannya, orang tuanya, kepala
sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci lainnya.
5.
Mikroethnografi,
merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat
kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas atau suatu kegiatan organisasi
yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang belajar menggambar.
VanWynsberghe
dan Khan (2007) menjelaskan bahwa tujuan penelitian studi kasus adalah untuk
memberikan kepada pembaca laporannya tentang ‘rasanya berada dan terlibat di
dalam suatu kejadian’, dengan menyediakan secara sangat terperinci analisis
kontekstual tentang kejadian tersebut. Untuk itu, peneliti studi kasus harus
secara hati-hati menggambarkan kejadian tersebut dengan memberikan pengertian
dan hal-hal yang lainnya dan menguraikan kekhususan dari kejadian.
Tujuan studi
kasus di sekolah adalah untuk mencapai dan mendapatkan pemahaman menyuluhan
mengenai siswa yang bermasalah sehingga dapat dibuat program bantuan. tujuan
studi kasus dapat dibedakan menjadi 2 yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.
Tujuan Umum
Secara umum tujuan studi kasus
bertujuan untuk :
a.
Umum memproleh gambaran yang jelas
tentang keadaan pribadi siswa yang di anggap mempunyai masalah belajar.
b.
Untuk mengetahui penyebab - penyebab
dan menerapkan jenis dan sifat kesulitan belajar serta latar belakang timbulnya masalah yang dihadapi Siswa
Kasus.
c.
Untuk memberi bekal pengala man
kepada calon guru agar lebih peka Terhadap permasa lahan yang dihadapi siswa
dan mampu memecahkan nya.
2.
Tujuan Khusus
Secara khusus pelaksanan studi kasus
bertujuan untuk:
a.
Memberikan bimbingan dan penyuluhan
bagi siswa yang mempunyai masalah.
b.
Membantu siswa menyesuaia kan diri
dengan lingkungan.
c.
Membantu siswa memecahkan masalah
dan mengembangkan potensi belajar siswa secara optimal.
Manfaaat
studi kasus dalam layanan bimbingan siswa disekolah adalahmerupakan suatu upaya
dalam membantu siswa yang berma salah supaya dapat memahami ke mampuan dirinya
dan lingkungan dalam usaha untuk meningkat kan prestasi belajar siswa kasus. Selain
itu juga dapat berguna untuk siswa agar mengetahui ke adaan diri sendiri dan
bisa ber adap tasi dengan lingkungan sekitarnya.
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata kasus dapat berarti soal atau perkara dapat juga
berarti keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau
suatu hal. Jika istilah kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini dapat
berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan terdapat “soal” atau ”perkara”
tertentu. Namun dalam hal ini yang perlu digarisbawahi pemakaian istilah kasus
dalam bimbingan dan konseling tidaklah mengarah pada pengertian-pengertian
tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan dengan tindak
kriminal, perdata ataupun urusan polisi dan urusan-urusan lain yang bersangkut
paut dengan pihak-pihak yang berwajib, melainkan lebih difokuskan pada kasus
dalam pembelajaran pada suatu instansi lembaga pendidikan maupun sekolah.
Istilah “Kasus” dalam
bimbingan dan konseling digunakan sekedar untuk menunjukkan bahwa ada
permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan
pemecahan demi kebaikan orang tersebut
Untuk mengetahui seluk beluk sebuah
kasus lebih jauh maka konselor tidak mengerti permasalahan atas dasar deskripsi
yang telah dikemukakan pada awal pengenalan kasus semata-mata. Namun diperlukan
pemahaman yang lebih mendalam. Karena bisa jadi permasalahan yang terkandung
dalam sebuah kasus seperti fenomena gunung es yang terapung dilautan, dimana
yang tampak di permukaan air hanya sedikit saja, padahal bagian yang berada di
permukaan laut besarnya sukar diukur.
Pemahaman terhadap suatu kasus perlu
dilakukan secara menyeluruh, mendalam, dan objektif. Dalam
perencanaan terdapat langkah-langkah sebagai berikut, yaitu:
1.
Mengenali gejala.
Mengenali gejala adala
hal atau keadaan yang merupakan tanda-tanda adanya suatu masalah. Tanda-tanda
itu berupa informasi atau data tentang tingka laku siswa yang diterima oleh
Suru Pembimbing.
Contoh gejala. Ada
seorang siswa yang berprilaku atau menunjukkan gejala :
Jarang masuk sekolah
Sering terlambat
Suka berbohong
Melanggar tata tertib
sekolah
Pertama-tama mengamati
adanya suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan
beberapa cara:
a.
Guru pembimbing menemui
sendiri gejala pada siswa yang memiliki masalah
b.
Guru mata pelajaran
memberikan informasi
c.
Adanya siswa yang
bermasalah kepada guru pembimbing
d.
Wali kelas meminta
bantuan guru pembimbing untuk menangani seorang siswa yang bermasalah
berdasarkan informasi yang diterimanya dari pihak lain, seperti siswa, para
guru, ataupun pihak tata usaha.
2.
Membuat deskripsi
kasus.
Setelah gejala itu
dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi kasusnya
secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas.
3.
Mengelompokkan Bidang permasalahan
Setelah deskripsinya
dibuat, dipelajari lebih lanjut aspek ataupun bidang-bidang masalah yang
mungkin dapat ditemukan dalam deskripsi itu. Kemudian ditentukan jenis
masalahnya, apakah menyangkut masalah pribadi, sosial, belajar atau karir.
4.
Membuat rincian,Sebab dan Akibat
Suatu Kasus
Bidang masalah yang
telah dikelompokkan itu dijabarkan dengan cara mengembnagkan ide-ide atau
konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih mudah memahami permasalahannya.
Adanya jabaran masalah
yang lebih terinci dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan
kemungkianan sumber penyebab masalah. Perkiraan kemungkinaan sumber penyebab
membantu mengetahui jenis informasi yang dikumpulkan, sumber informasi yang
perlu dikumpulkan, dan teknik atau alat yang digunakan dalam mengumpulkan
informasi.
5.
Pengumpulan data
Terdapat beberapa
teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih sering digunakan dalam studi
kasus yaitu :
1. Obsrvasi
Observasi yaitu suatu cara untuk
mengumpulkan data yang diinginkan dengan melakukan pengamatan secara langsung
2. Interview (Wawancara)
Wawancara ialah suatu metode untuk
mendapatkan data dengan mengadakan face to face relation.
Setelah data terkumpul
konselor dapat mulai mengorgansasi dan mengklasifikasi data menjadi
bagian-bagian yang dapat dikelola. Penggunaan dan pengolahan data. Penggunaan
dan pengolahan data merupakan usaha pengolahan data untuk merangkum,
menggolongkan, dan menghubungkan data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan
data. Dengan demikian dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri anak,
rumusan ini bersifat ringkas dan padat.
6.
Sintesa dan
interpretasi data
Setelah mengolah data
selanjutnya data studi kasus diinterpretasikan dengan case conference antara
petugas yang melakukan studi kasus, dalam case conference terlibat beberapa
petugas khusus yang mempelajari setipa kasus dari individu yang bermasalah.
Rumusan ini dilakukan melalui pengambilan atau pengambilan kesimpulan yang
logis.
7.
Membuat perencanaan
pelaksanaan pertolongan (treatment)
Merupakan langkah yang
ditempuh untuk menetapkan teknik atau bantuan yang diberikan kepada siswa yang
bermasalah serta memprediksi kemungkinan yang akan timbul oleh siswa sehubungan
dengan masalah yang sedang dialami. Berdasarkan hasil case conference disusun
suatu rekomendasi yang berwujud saran-saran, treatment (perlakuan) yang perlu
dilakukan dan selanjutnya secara terus menerus diikuti dan dicatat setiap
perubahan atau perkembangan yang terjadi pada siswa yang bersangkutan.
8.
Evaluasi dan
tindaklanjut (follow up)
Kegiatan ini dilakukan
setelah melakukan treatment atau membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan.
Untuk tindak lanjut bisa dilakukan oleh pengajar sendiri, guru BK, ataupun
dirujuk dan di alihtangankan kepada pihak lain yang lebih berkompeten maupun
dari oarang tua siswa itu sendiri.
Penanganan
kasus adalah keseluruhan perhatian dan tindakan seseorang terhadap kasus (yang
dialami oleh seseorang) yang dihadapkan kepadanya sejak awal sampai dengan
akhirnya perhatian atau tindakan tersebut (Prayitno: 1999: 77)
Dalam menangani sebuah kasus,
seorang konselor melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.
Pengenalan awal tentang kasus
(dimulai sejak awal kasus itu dihadapkan)
2.
Pengembangan
ide-ide tentang rincian masalah yang terkandung didalam kasus itu
3.
Penjelajahan
lebih lanjut tentang segala seluk beluk kasus tersebut
4.
Mengusahakan
upaya-upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan sumber pokok permasalahan.
Penanganan sebuah kasus dapat dipandang sebagai upaya-upaya khusus untuk
secara langsung menangani sumber pokok permasalahan dengan tujuan utama
teratasinya permasalahan yang dimaksudkan. Penanganan kasus dalam pengertian
yang khusus, menghendaki strategi dan tehnik-tehnik yang sifatnya khas sesuai
dengan pokok permasalahan yang akan ditangani. Disinilah keahlian konselor
diperlukan untuk menjelajahi masalah, penetapan masalah pokok yang menjadi
sumber permasalahan secara umum, pemilihan strategi dan tehnik penanganan
masalah pokok itu, serta penerapan strategi dan tehnik yang dipilihnya itu.
Ada tiga hal kondisi kasus yang harus dicermati oleh guru
pembimbing, agar jangan samapai terjerumus kepada suatu sikap yang bertentangan
dengan kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Kondisi kasus yang dimaksud
ialah berkenaan dengan istilah “berat atau ringan”, “sehat atau sakit”, “normal
atau tidak normal” suatu kasus. Setiap permasalahan yang dialami siswa dapat
dikenali dari gejala yang tampak di permukaan. Gejala itu perlu dipelajari
secara cermat dan mendalam, sebab di balik gejala-gejala yang kelihatan
sepintas lalu digolongkan sebagai masalah yang ringan, kemungkinan tersembunyi
masalah yang berat. Gejala yang mudah ditangkap itu biasanya berkaitan dengan masalah
yang tersembunyi itu.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap gejala itu perlu secara
mendalam dan komprehensif, agar analisa lebih cermat dan jenis bantuan pun
dapat labih terarah.
Guru pembimbing hendaknya tidak menolak menangani suatu kasus
oleh karena masalahnya dianggap berat. Berat ringannya masalah itu tidak
menjadi ukuran sikap guru Pembimbing untuk menangani suatu kasus itu.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah titik berangkat seorang Guru Pembimbing dalam menghadapi siswa bermasalah. Siswa yang mempunyai permasalahan itu hendaknya jangan diperlakukan sebagai ‘orang sakit’, dan siswa yang tidak memperlihatkan adanya gejala yang menyimpang dianggap “orang sehat”. Sikap menggolong-golongkan seperti itu kurang tepat, baik penggolongan sakit dan sehat itu dilihat dari segi fisik maupun psikis. Walaupun pada kenyataannya sering terjadi bahwa gangguan fisik dapat bersumber awal dari gangguan psikis. Jika memang secara sungguh-sungguh terlihat ada gangguan fisik tentu perlu dialih tangankan ke dokter, dan jika gangguan psikisnya sudah melampaui kewenangan Guru Pembimbing, maka perlu dialih-tangankan ke pihak yang lebih berwenang seperti psikiater.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah titik berangkat seorang Guru Pembimbing dalam menghadapi siswa bermasalah. Siswa yang mempunyai permasalahan itu hendaknya jangan diperlakukan sebagai ‘orang sakit’, dan siswa yang tidak memperlihatkan adanya gejala yang menyimpang dianggap “orang sehat”. Sikap menggolong-golongkan seperti itu kurang tepat, baik penggolongan sakit dan sehat itu dilihat dari segi fisik maupun psikis. Walaupun pada kenyataannya sering terjadi bahwa gangguan fisik dapat bersumber awal dari gangguan psikis. Jika memang secara sungguh-sungguh terlihat ada gangguan fisik tentu perlu dialih tangankan ke dokter, dan jika gangguan psikisnya sudah melampaui kewenangan Guru Pembimbing, maka perlu dialih-tangankan ke pihak yang lebih berwenang seperti psikiater.
Demikian juga kondisi kasus yang dianggap normal atau tidak
normal. Janganlah guru pembimbing beranggapan bahwa siswa yang menunjukan
perliku “menyimpang” itu bersumber dari gangguan psikologis. Para guru
pembimbing hendaknya berangkat dari pemikiran bahwa :
a.
Siswa
yang bermasalah itu mempunyai kemapuan intelektual normal, tetapi ia mengalami
gangguan emosional psikologis.
b.
Siswa
yang bermasalah itu bukan melakukan sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan
kejahatan / criminal, yang perlu mendapat sanksi hukum.
Sikap guru pembimbing menangani sesuatu kasus hendaknya tidak
bersumber pada keengganan yang subyektif emosional. Sikap yang benar diharapkan
dari guru pembimbing hendaknya berlandaskan sikap professional, yakni
berdasarkan pertimbangan keterbatasan kewenangan keahlian lah yang perlu
diserahkan kepada pihak lain.
Penyikapan
terhadap sebuah kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani
sampai dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan konselor terhadap
kasus tersebut. Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi
dan perlakuan terhadap obyek yang disikapinya.
Unsur-unsur kognisi yang
mendasari penyikapan terhadap kasus pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
1.
Keyakinan dan penghayatan
bahwa manusia ditakdirkan sebagai mahluk yang paling indah dan berderajat
paling tinggi. Hal itu terwujud dalam bentuk kesenangan dan kebahagiaan hidup
didunia dan di akhirat
2.
Pemahaman dan penghayatan
bahwa untuk menuju perwujudan manusia seutuhnya empat dimensi kemanusiaan harus
dikembangkan secara serempak dan optimal
3.
Pemahaman ddan penghayatan
setiap orang dapat mengalami permasalahan dalam hidupnya dan dapat mengganggu
perkembangan keempat dimensi kemanusiaannya
4.
Pemahaman dan penghayatan
bahwa faktor-faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pengembangan
dimensi-dimensi kemanusiaan disatu sisi dan di sisi lain juga mempengaruhi
timbulnya permasalahan
5.
Pemahaman dan penghayatan
bahwa pelayanan bimbingan dan konseling mampu memberikan bantuan kepada
orang-orang dalam rangka mengatasi masalah yang dihadapinya
6.
Pemahaman dan penghayatan
bahwa orang yang sedang mengalami masalah tidak dianggap sebagai orang yang
terlibat tindak kriminal ataupun orang yang sakit. Tetapi dianggap sebagai
orang yang normal dan sehat
7.
Pemahaman dan penghayatan
bahwa perlu upaya pendalaman lebih lanjut demi mencapai pemahaman yang lengkap
dan mantap berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi
8.
Pemahaman dan penghayatan
diperlukan tehnik dan strategi dalam mengatasi masalah yang dialami seseorang
9.
Pemahaman dan penghayatan
bahwa dalam menangani permasalahan seseorang perlu melibatkan berbagai pihak,
sumber dan unsur untuk secara efektif dan efisien mengatasi permasalahan.
Selanjutnya unsur-unsur
kognitif tersebut diatas dapat diwujudkan dalam bentuk tingkah laku yang
mencerminkan kecenderungan efektif, seperti:
1.
Memberi
penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya terhadap kehidupan
manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
2.
Konselor berupaya ikut
mengembangkan empat dimensi kemanusiaan secara serasi dan seimbang menuju
perwujudan manusia seutuhnya.
3.
Merasa prihatin dan menaruh
simpati kepada orang-orang yang mengalami permasalahan
4.
Berusaha seoptimal mungkin
menerapkan keahlian yang dimiliki untuk membantu menyelesaikan permasalahan
seseorang dengan cepat dan tepat
5.
Bersikap positif terhadap
orang-orang yang mengalami masalah
6.
Bertindak hati-hati, teliti,
tekun dan bertanggung jawab dalam menangani permasalahan seseorang
7.
Mengembangkan
wawasan, ide, strategi dan teknik serta menerapkannya dengan tepat
8.
Tidak
menyelesaikan permasalahan seseorang sendirian saja, namun harus melibatkan
pihak dan sumber yang dimungkinkan dapat memberi bantuan dalam penyelesaian
seseorang
9.
Tidak menutup
kemungkinan untuk mengalihtangankan penanganan masalah kepada pihak lain yang
lebih ahli
Kemudian
pemahaman dan penghayatan yang diwarnai oleh kecenderungan efeksi itu dapat
secara nyata diwujudkan dalam bentuk perlakuan terhadap kasus dan upaya
penanganannya. Perlakuan itu antara lain
dapat berbentuk:
1.
Menerima kasus yang
dipercayakan kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab
2.
Mengembangkan wawasan tentang
kasus itu secara lebih rinci, baik mengenai sebab timbulnya permasalahan maupun
akibatnya jika permasalahan tidak ditangani
3.
Mengembangkan strategi dan
menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk mengatasi sumber-sumber pokok permasalahan
4.
Melibatkan berbagai pihak,
sumber dan unsur jika diyakini hal-hal tersebut akan membantu pemecahan masalah
5.
Mengkaji upaya pemecahan
masalah sampai seberapa jauh upaya tersebut menampakkan hasil.
Unsur kognisi, afeksi dan
perlakuan setidaknya menjadi dasar penyikapan seseorang (konselor) terhadap
kasus yang dipercayakan kepadanya. Dan hal itu menjadi wujud nyata dalam proses
pelayanan bimbingan dan konseling di samping itu kepribadian dan keahlian
konselor juga ikut memberi kontribusi dalam proses pelayanan bimbingan dan
konseling
Studi kasus
menjadi berguna apabila seseorang/peneliti ingin memahami suatu permasalahan
atau situasi tertentu dengan amat mendalam dan dimana orang dapat
mengidentifikasi kasus yang kaya dengan informasi.
Kasus adalah
kesatuan kondisi yang mengindikasikan satu atau sejumlah masalah yang dialami
oleh seorang individu. Masalah-masalah tersebut dapat berkenaan dengan keempat
dimensi kemanusiaan kasus-kasus itu dihadapkan pada konselor agar permasalahan
itu bisa diatasi dan individu terbebas dari permasalahan yang melilitnya. Seorang konselor harus memiliki wawasan, pemahaman dan penyikapan terhadap
kasus pada umumnya, serta pemahaman dan cara-cara penanganan masalah-masalah
yang terkandung dalam setiap kasus.
Hal penting
yang harus diperhatikan oleh seorang konselor dari sebuah kasus adalah bahwa
kasus yang ditanganinya tidak ada kaitannya dengan perkara kriminal ataupun
perdata, dan konselor tidak menangani kasus-kasus berkenaan dengan keadaan
sakit ataupun ketidaknormalan secara fisik, konselor juga tidak boleh memandang
suatu kasus dari berat ringannya, tetapi kasus itu hendaknya ditangani secara
professional dan bertanggung jawab. Konselor
harus memiliki wawasan yang luas tentang berbagai masalah yang terkandung dalam
sebuah kasus. Wawasan itu tercakup konsep-konsep atau ide-ide tentang rincian
setiap masalah serta kemungkinan sebab-sebab dan akibat-akibatnya sedapat
mungkin dikuasai oleh konselor.
Konsep atau
ide itu akan memberikan arahan awal untuk melakukan pendalaman masalah melalui
berbagai cara, seperti wawancara langsung dengan individu penyandang kasus,
analisis otobiografi, tingkah laku, perkembangan, kumpulan data, dan konferensi
kasus.
Prayitno.
1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta
Sayekti, sri. 2009. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling
II.FIP-IKIP SEMARANG
Thantawy R.,MA.1996. Studi
Kasus. FIP-IKIP JAKARTA
Komentar
Posting Komentar