Makalah Dampak Perceraian terhadap perkembangan psikologis anak
DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIS ANAK
Disusun guna memenuhi mata kuliah Teknik Penulisan Karya Ilmiah
Dosen
Pengampu : Sri Redjeki, M.Pd
Disusun
Oleh :
Pebri
Wahyudiyanto (B2216110009)
Fakultas Ilmu Pendidikan
Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Veteran Semarang
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
tugas ini dengan baik.
Makalah
ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknik Penulisan
Karya Ilmiah yang diampu oleh Ibu Sri Redjeki, M.Pd
Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua
penulis yang telah memberikan doa dan dukungan dalam pembutan makalah ini.
Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada dosen pengampu dan semua pihak yang
telah membantu penulis hingga
terselesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
akan dijadikan motivasi demi penyempurnaan dan perkembangan selanjutnya.
Penulis berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang
membacanya.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan lembaga terkecil dalam sistem sosial
kemasyarakatan yang terdiri dari satu orang lebih yang tinggal bersama,
hidup dalam sebuah rumah tangga untuk berinteraksi dan berkomunikasi dan
disatukan oleh aturan-aturan hukum pernikahan yang berlaku. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya hak dan kewajiban yang harus ditunaikan baik itu sebagai suami dan
sebagai istri, begitu pula pemenuhan hak dan kewajiban antara suami - istri
sebagai orang tua dengan anak yang berada dalam kehidupan keluarga tersebut.
Bagi anak keluarga merupakan lembaga primer yang tidak dapat diganti dengan
kelembagaan yang lain. Di dalam keluargalah anak mengenal arti hidup, cinta
kasih dan arti kebersamaan. Di dalam keluarga tersebut anak dibesarkan,
diberikan pendidikan dengan suasana aman yang dapat mengantarkan di masa-masa
perkembangannya. Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.
Dalam
sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamnya berjalan baik sesuai
dengan apa yang telah kita inginkan dari kejauhan hari, namun ternyata ada
beberapa faktor lain yang secara sengaja atau tidak disengaja penghambat
keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Salah satu akibat yang ditimbulkan
dengan adanya konflik tersebut ialah adanya perceraian, dimana perceraian bukan
lagi hal yang asing di Indonesia namun percerain bisa dikatakan sebagai hal
yang lumrah dan sudah memasyarakat.
Perceraian
tidak saja terjadi pada orang-orang kelas bawah tetapi terjadi pada orang-orang
berkelas atas yang mempunyai perekonomian lebih dari cukup, bukan hanya rakyat
biasa tetapi perceraian pun bisa terjadi pada seorang figure salah satunya
artis, musisi, dan pejabat.
Perceraian pasangan suami-istri (pasutri) kerap berakhir
menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah
anak-anak. Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma untuk memulai
hubungan baru dengan lawan jenis. Menurut psikiater Amerika Serikat (AS) Thomas
Holmes dan Richard Rahe yang meneliti tingkat stres manusia, perceraian adalah
penyebab stres kedua paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup.
Konflik yang terjadi pada kedua orangtua sudah pasti akan berimbas pada
anak-anak mereka. Hidup di lingkungan keluarga yang sering bertengkar, akan
menyulitkan bagi anak untuk mengembangkan kepribadian yang sehat. Hal ini
membuka peluang bagi perkembangan rasa kurang percaya diri yang intens, yang
membuat mereka sering mengalami kegagalan dalam meraih prestasi sosial yang
optimal.
Anak-anak seringkali terjebak dalam kesulitan orang tua,
mereka tidak memiliki siapapun untuk menolong dan mendukung mereka. Sepertinya
tak seorang pun memahami tekanan yang mereka rasakan akibat perceraian orang
tua. Hal itu akan sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan
pribadi anak atau perkembangan psikologis anak. Selain itu anak akan merasa
tidak nyaman di rumah dan sebagai kompensasi, anak akan mencari tempat yang
nyaman yang sekiranya dapat menerimanya dan membuat nyaman (Colle, 2004:2).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apa saja faktor-faktor penyebab
perceraian ?
2.
Bagaimanakah dampak perceraian terhadap psikologis anak ?
3.
Bagaimana upaya mengatasi masalah pada
anak akibat perceraian ?
Tujuan penulisan
adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui berbagai faktor penyebab
perceraian.
2.
Mengetahui dampak perceraian terhadap
anak
3.
Mengetahui upaya mengatasi masalah pada
anak akibat perceraian orang tuanya.
Keluarga merupakan kelompok primer
yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group dari
perhubungan laki-laki dan wanita, jadi kelurga dalam bentuk yang murni
merupakan satu kesatuan social yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak.
Sarwono (1998) mengatakan bahwa
keluarga merupakan lingkungan perimer pada setiap individu. Sebelum seorang
anak mengenal lingkungan yang luas ia terlebih dahulu ia mengenal lingkungan
keluarga, karena itu sebelum seorang anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai
yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian keperibadiannya.
Perceraian (divorce) merupakan suatu peristiwa
perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan mereka berketetapan
untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Mereka tidak
lagi hidup dan tinggal serumah bersama, karena tidak ada ikatan yang resmi.
Mereka yang telah bercerai tetapi belum memiliki anak, maka perpisahan tidak
menimbulkan dampak traumatis psikologis bagi anak-anak. Namun mereka yang telah
memiliki keturunan, tentu saja perceraian menimbulkan masalah psiko-emosional
bagi anak-anak (Amato, 2000; Olson & DeFrain, 2003)
Perceraian berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi 2,
yaitu :
1. Cerai Hidup
Perceraian
adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya suatu ikatan
perkawinan yang diakui oleh hukum atau legal. Emery (1999) mendefinisikan
perceraian hidup adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya
perkawinan krena tidak tercapainya kata kesepakatan mengenai masalah
hidup.Perceraian dilakukan karena tidak ada lagi jalan lain yang ditempuh untuk
menyelamatkan perkawinan mereka.
2. Cerai Mati
Cerai
mati merupakan meninggalnya salah satu dari pasangan hidup dan sebagai pihak
yang ditinggal harus sendiri dalam menjalani kehidupannya (Emery, 1999). Salah
satu pengalaman hidup yang paling menyakitkan yang mungkin dihadapi oleh
seseorang adalah meninggalnya pasangan hidup yang dicintai.
Terdapat banyak
penyebab perceraian yang telah tampak dari kasus-kasus yang sering terjadi di
Indonesia, diantaranya adalah :
1. Kurangnya berkomunikasi
Dalam rumah
tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suami-istri.
Sekecil apapun itu masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan
memicu terjadinya perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling
percaya, saling mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang
disembunyikan. Namun sebaliknya jika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi,
maka akan sering terjadi pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling
mengerti, banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan
beruung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal berkomunikasi.
2. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
KDRT adalah
kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri
yang berakibat timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikis,dan ekonomi.
Hal tersebut menjadi salah satu penyebab utama perceraian.
3. Pernikahan
tanpa cinta
Alasan lainnya
yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan
adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta.
Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus
merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk
mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
4. Perzinaha.
Disamping itu,
masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan,
yaitu hubungnan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun
istri. hal ini bisa terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin seperti yang
kita bahas sebelumnya yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak
harmonisan, tidak adanya perhatian atau kepedulian suami terhadap istri atau
sebaliknya, saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak
tercukupinya kebahagiaan lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk
bersenang-senang bersama orang lain.
5. Masalah ekonomi
Uang memang
tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun bagaimana lagi, uang termasuk kebutuhan
pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi masih
menjadi penyebab paling dominan terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.
6. Krisis moral dan akhlak
Selain ketidak harmonisan
dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis
moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami
ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan
perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk,
berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
Pada kamus
besar Bahasa Indonesia (2002, h. 234, 901) dampak diartikan sebagai pengaruh
kuat yang mendatangkan akibat baik negatif maupun positif, dan psikologi
diartikan sebagai sesuatu yang berkenan dengan psikologi atau bersifat
kejiwaan. Oleh Jones dan Dafis (Sarwono, 1995, h. 75) dampak psikologis
dikaitkan dengan tindakan dan efek. Tindakan (act) yang dimaksud adalah
keseluruhan respon (reaksi yang mencerminkan pilihan pelaku) dan yang mempunyai
akibat terhadap lingkungannya. Sedangkan efeknya yang dimaksud adalah efek yang
diartikan sehingga perubahan – perubahan nyata yang dihasilkan oleh tindakan. Dapat
disimpulkan bahwa pengertian dampak psikologis adalah suatu bentuk perilaku
positif maupun negatif yang muncul dalam bentuk tindakan sebagai hasil dari
adanya stimulus yang bekerja pada diri seseorang.
dampak negatif utama yang dirasakan oleh anak-anak akibat
perceraian orang tua yaitu :
1. Penyangkalan
Penyangkalan adalah salah satu cara yang sering digunakan
seorang anak untuk mengatasi luka emosinya dan melindungi dirinya dari perasaan
dikhianati, kemarahan dan perasaan dikhianati. Penyangkalan yang berkepanjangan
merupakan indikasi bahwa anak yakin dialah penyebab perceraian orang tuanya.
2. Rasa Malu
Rasa malu merupakan suatu emosi yang berfokus pada kekelahan
atau pelanggaran moral, membungkus kekurangan diri dengan membuat kondisi pasif
atau tidak berdaya.
3. Rasa Bersalah
Rasa bersalah adalah perasaan melakukan kesalahan sebagai
suatu sikap emosi umumnya menyangkut konflik emosi yang timbul dari kontroversi
atau yang dikhayalkan dari standar moral atau sosial, baik dalam tindakan atau
pikiran. Perasaan ini timbul karena adanya harapan yang tidak terpenuhi, serta
perbuatan yang melanggar norma dan moral yang berlaku. Serta adanya perbuatan
yang bertentangan dengan kata hati. Anak biasanya lebih percaya bahwa
perceraian orang tua disebabkan oleh diri mereka sendiri, walaupun anak-anak
yang lebih besar telah mengetahui bahwa perceraian itu bukan salah mereka,
tetap saja anak merasa bersalah karena tidak menjadi anak yang lebih baik.
4. Ketakutan
Anak menderita ketakutan karena akibat dari ketidakberdayaan
mereka dan ketidakamanan yang disebabkan oleh perpisahan kedua orang tuanya.
Anak menunjukkan ketakutannya ini dengan cara menangis atau berpegangan erat
pada orang tuanya atau memiliki kebutuhan untuk bergantung pada benda
kesayangannya seperti boneka.
5. Kesedihan
Sedih adalah reaksi yang paling mendalam bagi anak – anak
ketika orang tuanya berpisah. Anak akan menjadi sangat bingung ketika hubungan
orang tuanya tidak berjalan baik terutama jika mereka terus menerus menyakiti,
entah secara fisik maupun vertikal.
6. Rasa marah atau kemarahan
Setiap anak mempunyai tanggapan yang berbeda-beda mengenai
perceraian, sehingga perceraian orang tua akan menimbulkan dampak psikologis
dalam diri anak
Anak adalah sebagai seorang individu
yang tentunya sangat memerlukan dukungan, perhatian, dan kasih sayang dari
orang tuanya. Hal ini sangat diperlukan anak karena ini mempengaruhi tingkat
perkembangan anak dimasa mendatang. Fakta bahwa anak yang mempunyai orang tua
bercerai hal ini membuat anak terpukul karena mereka tiba-tiba saja harus
menerima keputusan yang dibuat oleh orang tua tanpa sebelumnya punya ide atau bayangan
bahwa hidup mereka akan berubah.
Pemikiran - pemikiran seperti ini
memicu munculnya perasaan sedih, kehilangan, perasaan bersalah, rasa marah,
rasa malu dan juga penyangkalan. Karena pikiran merupakan sumber munculnya
perasaan – perasaan tertentu. Tiap peristiwa yang
dialami oleh individu tidak lepas dari pemikiran individu terhadap peristiwa
tersebut.
Dampak lainya adalah :
1.
Kesehatan
Fisik
Anak dari keluarga bercerai memiliki
fungsi fisik yang lebih lemah, hal ini dapat disebabkan oleh sumber keuangan
yang diterima anak menjadi lebih sedikit, sehingga dapat berpengaruh terhadap
ketersediaan dana kesehatan untuk anak. Selain itu, hasil riset lain
menunjukkan bahwa setelah 10 tahun memantau kehidupan anak dari keluarga
bercerai, mereka memiliki kesehatan fisik yang lebih buruk daripada anak dari
keluarga utuh. Sehingga anak dari keluarga bercerai memiliki risiko yang lebih
tinggi mendapatkan perawatan medis atau pengobatan.
2.
Kebebasan
diri
Anak dari keluarga bercerai memiliki
kebebasan yang lebih sedikit untuk mengatur dirinya. Hal ini dikarenakan anak
dari keluarga bercerai memiliki permasalahan yang lebih kompleks daripada anak
dari keluarga utuh. Adanya permasalahan yang dihadapi oleh anak dapat
berpengaruh terhadap aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan.
3.
Hubungan
dengan orang tua dan kehidupan di rumah
Efek dasar dari adalah melemahnya
hubungan antara orang tua dan anak. Setelah terjadinya perceraian, orang tua
memiliki dua kelompok masalah besar yaitu penyesuaian dengan konflik mereka
sendiri dan peran mereka sebagai orang tua yang bercerai. Stres akibat dari
perceraian dapat merusak hubungan antara orang tua dan anak. Selain itu, kesehatan
mental ibu dan faktor sosial ekonomi dapat mengganggu hubungan antara orang tua
dengan anak.
4.
Lingkungan
sekolah dan pembelajaran
Akibat perceraian
orang tua memiliki
hubungan yang positif dengan menurunnya prestasi akademik di sekolah. Anak
memiliki cita-cita yang rendah dan hasil ujian yang rendah selama proses
perceraian orang tua mereka berlangsung. Dalam riset lain menunjukkan bahwa
anak dari keluarga bercerai memiliki kebiasaan membaca, mengeja dan menghitung
yang lebih buruk. Selain itu, anak dari keluarga bercerai juga memiliki
kebiasaan absen di kelas 60% lebih banyak daripada anak dari keluarga utuh.
5. Takut
menjalin hubungan
Anak yang bersangkutan merasa tidak percaya diri dan takut
menjalin kedekatan (intimacy) dengan teman yang sejenis maupun yang
berlawan jenis. karena menganggap bahwa temannya itu memiliki sifat yang sama
dengan ayah dan ibunya yang telah menghancurkan keluarganya. Anak memiliki rasa
bersalah sangat besar, dendam pada orang tuanya,dan bahkan cenderung melakukan
tindakan atau perilaku yang menyimpang.contoh : mengkonsumsi narkoba,
alkohol,dan melakukan tindakan kriminal lainnya,yang dapat membahayakan diri
sendiri maupun orang lain yang ada disekitarnya.
Perceraian tentu disebabkan oleh
orang tua itu sendiri sebaiknya orang tua bisa mengkomunikasikan pada anak dan
juga memberikan sebuah penjelasan kenapa mereka bisa bercerai, berikut ada
beberap poin yang bisa dikomunikasikan orang tua kepada anak :
1. Komunikasikan bahwa perceraian
adalah berat bagi setiap anggota keluarga termasuk orang tua.
Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri motivasi anak agar
tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan sosialnya.
2. Orang tua bercerai sama sekali bukan
karena alasan anak. Karena anak merasa sangat terpukul sekali apabila merasa
karena merekalah orang tua bercerai. Katakan kepada mereka fakta tentang
penyebab perceraian dengan kata-kata yang tidak vulgar dan menjelekan salah
satu orang tua
3. Yakinkan bahwa mereka masih memiliki
orang tua yang masih menyayangi. Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal
serumah dengannya.
4. Katakan maaf kepada mereka apabila
anda mudah marah, sangat kritis dan cepat naik darah. Katakan bahwa anda
juga mencoba mengatasi peristiwa perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
5. Berusaha mengenali teman-teman dekat
tempat mereka biasa mengadu dan bercerita. Karena umumnya remaja lebih
percaya perkataan temannya ketimbang orangtua yang dianggap bermasalah.
Namun perlu diingat sebaik apapun upaya untuk menangani
perceraian dan berbagai hal yang sudah dilakukaan, pengaruh
terhadap perceraian akan selalu membekas pada diri seorang anak dan akan
mempengaruhi keperibadian menjelang dewasa. Bahkan ketika pertengkaran hebat
dan permasalahan orang tua sudah selesai dengan baik.
BAB III
PENUTUP
Keluarga
sangatlah penting bagi perkembangan anak pada masa-masa yang mendatang, baik
secara psikologis maupun secara fisik. Selain itu keluarga juga sebagai tempat
untuk berlindung, dan memperoleh kasih sayang. Perceraian adalah berakhirnya sebuah ikatan keluarga,
perceraian karena adanya sebuah kesengajaan yang dimana mereka berdua dan
beberapa pihak tertentu mungkin dari pihak mertua menganggap lebih lebih baik
jika bercerai (berpisah) jika dibanding terus bersma tentunya. Ada bebrapa
faktor yang tidak bisa mereka selesaikan. diantaranya adalah kurangnya berkomunikasi, kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), pernikahaan
tanpa cinta, perzinahan, masalah
ekonomi, krisis moral dan akhlak.
Dalam sebuah perceraian kebanyakan
orang tidak memikirkan akan kehidupan atau keberlangsungan anaknya, mereka
lebih mementingkan kebutuhan pribadinya masing-masing, dampak
negatifnya adalah sedih, marah, kehilangan, merasa tidak aman, timbul rasa
malu, merasa bersalah dan menyalahkan diri,trauma
dengan apa yang terjadi sehingga takut menjalin hubungan, bahkan akan berdampak pada
Lingkungan
sekolah dan pembelajaran
Adapun upaya mengatasi masalah pada anak
korban perceraian :
1. Komunikasikan bahwa perceraian adalah
berat bagi setiap anggota keluarga termasuk orang tua. Perceraian terjadi
di banyak keluarga sehinnga beri motivasi anak agar tidak malu menghadapi
pergaulan di lingkungan sosialnya.
2. Orang tua bercerai sama sekali bukan
karena alasan anak. Karena anak merasa sangat terpukul sekali apabila merasa
karena merekalah orang tua bercerai. Katakan kepada mereka fakta tentang
penyebab perceraian dengan kata-kata yang tidak vulgar dan menjelekan salah
satu orang tua
3. Yakinkan bahwa mereka masih memiliki
orang tua yang masih menyayangi. Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal
serumah dengannya.
4. Katakan maaf kepada mereka apabila
anda mudah marah, sangat kritis dan cepat naik darah. Katakan bahwa anda
juga mencoba mengatasi peristiwa perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
5. Berusaha mengenali teman-teman dekat
tempat mereka biasa mengadu dan bercerita. Karena umumnya remaja lebih
percaya perkataan temannya ketimbang orangtua yang dianggap bermasalah.
Solusi dari kasus perceraian yang berpengaruh besar
terhadap psikologi anak, seharusnya pihak orang tua dapat mempertimbangkan
kembali untuk mengambil keputusan untuk melakukan perceraian, mereka harus
memilih antara mengikuti ego mereka untuk bercerai atau menjaga psikologi anak
yang akan ditimbulkan akibat perceraian tersebut, apabila perceraian memang
jalan yang seharusnya diambil, maka diperlukan peran orang tua yang harus bisa
menyikapi atau mengambil alih serta mengawasi anak, agar terhindar dari segala
kegiatan yang bisa merusak masa depan anak, dan perbanyaklah kegiatan yang
positif agar dapat mengembangkan potensi anak dan berikan pengarahan ketika
anak dewasa, jangan sampai perceraian itu terjadi di kehidupannya kelak, dan
berikan pengalaman.
Ahmadi, Abu. 2005. Psikologi Perkembangan,
Jakarta : PT Rineka Cipta
Amato, P. R, “The consequences of
divorce for adults and children”, Journal of marriage and the family. Vol.
62, No. 4. p. 1269-1287, November 2000.
Cole, K. Mendampingi anak menghadapi
perceraian orang tua. Jakarta: PT. Prestasi Pustaka Raya. (2004).
Emery, E. R. Marriage,
divorce, and children adjustment. 2nd edition . New York: Prentice Hall
International. (1999).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sarwono, S . W. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta
: Raja Grafindo Persada. 1995
Komentar
Posting Komentar